welcome in my heaven

Selasa, 01 November 2011

Dampak Krisis 1997-1998 terhadap pengangguran di Indonesia


PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, yang telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Antara bulan Agustus 1997 hingga Agustus 1998, jumlah penganggur yang kehilangan pekerjaan akibat krisis (pemutusan hubungan kerja/PHK, usaha terhenti atau masalah lain yang berhubungan dengan krisis), yaitu sebanyak 4,2 juta orang (BPS, Sakernas 1998). Tetapi data yang tercatat di Depnaker pada tahun 1998 adalah 7,3 juta. ILO dan UNDP (1998) memperkirakan terdapat sebanyak 5,41 juta penganggur karena dampak krisis, mencakup korban PHK dan penganggur lain yang tidak bisa bekerja lagi karena usaha atau tempat kerjanya terkena imbas krisis2. PHK besar-besaran di sektor manufaktur di semua tingkatan keahlian (buruh, pelaksana dan manajer) menambah kompleksitas fenomena pengangguran di Indonesia, apalagi ditambah dengan masalah pengangguran akibat terhentinya sebagian besar kegiatan di sektor konstruksi yang umumnya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak. Diantara kelompok penganggur akibat krisis ekonomi, beban terberat dihadapi oleh kelompok penganggur pada tingkat bawah, seperti buruh di sektor industri, pekerja kasar di sektor konstruksi dan tenaga jasa perorangan. Kelompok ini cenderung memiliki keterbatasan pilihan dan akses untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. (Haning Romdiati: PENGANGGURAN AKIBAT KRISIS EKONOMI:STRATEGI PENANGGULANGAN DI TINGKAT KELUARGA DAN MASYARAKAT:2:2001)
 Sebetulnya, pemerintah Indonesia sendiri mempunyai kebijakan yang berlaku sebelum terjadinya krisis moneter tahun 1997-1998, dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan ekonomi makro, terdapat empat kebijakan umum yang diambil selama periode sebelum krisis, yaitu:
1. Menerapkan kebijakan fiskal/anggaran berimbang untuk menghindari penggunaan hutang domestik dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah.
2. Menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati yang menjaga agar pertumbuhan likuiditas sesuai dengan pertumbuhan permintaan riil.
3. Menjaga agar nilai tukar rupiah selalu berada pada posisi yang realistis. Pada awalnya ini dilakukan melalui kebijakan devaluasi setiap kali situasi ekonomi menuntut demikian. Kemudian, kemudian sejak tahun 1986 hal ini dilakukan melalui penyesuaian sasaran nilai tukar rupiah secara harian yang ditujukan untuk memelihara daya saing industri-industri berorientasi ekspor dan sekaligus agar perkembangan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi permintaan dan penawaran di pasar valuta asing.
4. Mempertahankan kebijakan lalu lintas modal (devisa) bebas sejak tahun 1971. Kebijakan ini telah membantu menarik investasi asing dan membuat perekonomian Indonesia dapat dengan relatif cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi di pasar internasional. (Burhanuddin Abdullah:PERAN KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI DI INDONESIA:2:2003)
PEMBAHASAN
 Fenomena pengangguran akibat krisis dan dampak ikutannya.
Permasalahan pengangguran sebagai akibat langsung dari dampak krisis yang paling parah dirasakan di lokasi-lokasi kajian terjadi pada awal tahun 1998. Banyaknya buruh pabrik yang diberhentikan dari perusahaannya (Bogor, Bekasi dan Tangerang) dan banyaknya pekerja bangunan yang pulang kampong (Indramayu) merupakan dua indikator utama fenomena pengangguran yang dirasakan oleh masyarakat di lokasi-lokasi kajian. Dampak krisis pada penganggur lebih banyak dialami oleh tenaga kerja tidak terampil daripada tenaga terampil. Penganggur tidak terampil (unskilled) cenderung didominasi oleh bekas pekerja pabrik, utamanya dari bagian produksi. Hal ini sejalan dengan data ILO dan UNDP (1998) yang memperlihatkan, jumlah penganggur yang dihasilkan oleh sektor konstruksi dan manufaktur mencapai dua juta pekerja, atau 10 kali lipat dari mereka di sektor keuangan dan jasa perusahaan. Berbagai industri pengolahan di lokasi-lokasi kajian yang berkembang dengan pesat sebelum krisis, misalnya industri konveksi, plastik, dan pemintalan benang, mengalami penurunan produksi sangat tajam, sehingga PHK pengurangan pekerja merupakan salah satu cara dalam rangka efisiensi perusahaan/pabrik. Bahkan beberapa industri pemintalan benang tidak mampu berproduksi lagi akibat ketergantungan terhadap bahan baku impor sangat tinggi, Akibatnya semua buruh dan karyawan kehilangan pekerjaan dengan korban terbanyak di kalangan pekerja tidak terampil. (Haning Romdiati: PENGANGGURAN AKIBAT KRISIS EKONOMI:STRATEGI PENANGGULANGAN DI TINGKAT KELUARGA DAN MASYARAKAT:4:2001)
            Pengangguran nampaknya sudah menjadi pekerjaan rumah pemerintah negara ini yang belum terselesaikan hingga sekarang ini, padahal tingkat pengangguran yang tinggi memiliki dampak yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat suatu negara, padahal banyak cara yang dapat diupayakan dalam mengatasi tingginya angka pengangguran di negara ini, pemerintah dapat melakukan hal-hal berikut ini guna mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi;
1. Pemerintah memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuan jiwa kewirausahaan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan manajemen memberikan bantuan modal lunak jangka panjang, perluasan pasar. Serta pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara mandiri dan andal bersaing di bidangnya.
2. Segera melakukan pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya daerah yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan.
3. Segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan terdata dengan baik dan mendapat perhatian khusus.
4. Mengembangkan sektor pariwisata dan kebudayaan Indonesia (khususnya daerah-daerah yang belum tergali potensinya) dengan melakukan promosi-promosi keberbagai negara untuk menarik para wisatawan asing, mengundang para investor untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan yang nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja daerah setempat.
5. Dengan memperlambat laju pertumbuhan penduduk (meminimalisirkan menikah pada usia dini) yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi angkatan kerja baru.
6. Menyempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan yang terpadu dan berdaya saing tinggi akan meningkatkan kualitas angkatan kerja. Karena kebanyakan penganggur adalah lulusan dari tingkat satuan pendidikan.
 Dengan demikian, diharapkan bahwa pengangguran dapat dikurangi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat kita, selain itu, berkurangnya angka pengangguran dapat mengurangi tingkat kemiskinan yang saat ini melanda bangsa Indonesia.
PENUTUP
Kesimpulan
Pengangguran merupakan suatu permasalahan yang wajib kita pecahkan bersama, hal ini tidak bisa dibiarkan secara berlarut-larut menggerogoti bangsa ini.
Banyak sebab yang dapat mempengaruhi tingkat pertambahan pengangguran, salah satu diantaranya krisis ekonomi, Diantara kelompok penganggur akibat krisis ekonomi, beban terberat dihadapi oleh kelompok penganggur pada tingkat bawah, seperti buruh di sektor industri, pekerja kasar di sektor konstruksi dan tenaga jasa perorangan. Kelompok ini cenderung memiliki keterbatasan pilihan dan akses untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penganggur tingkat bawah/tidak terampil tidak mempunyai tabungan/simpanan yang bisa dipergunakan untuk menyambung kehidupan keluarganya, disamping mereka juga tidak mempunyai mekanisme jaring pengaman sosial untuk dapat menolong dirinya sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar